menunjukkan suatu tempat pembuatan alat-alat batu yang khas dengan ciri dipangkas pada
satu atau dua sisi permukaannya. Daerah tempat penemuan dari peninggalan kebudayaan
Bacson-Hoabinh di temukan diseluruh wilayah Asia Tenggara, hingga Myanmar (Burma)
di barat dan keutara hingga propinsi-propinsi selatan dari kurun waktu antara 18000 dan
3000 tahun yang lalu. Namun pembuatan kebudayaan Bacson-Hoabinh masih terus
berlangsung di beberapa kawasan, sampai masa yang lebih baru.
Ciri khas alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau
dua sisi permukaan batu kali yang berukuran lebih kurang satu kepalan, dan sering kali
seluruh tepiannya menjadi bangian yang tajam. Hasil penyerpihannya itu menunjukkan
berbagai bentuk seperti lonjong, segi empat, segitiga dan beberapa diantaranya ada yang
mempunyai bentuk berpinggang.
Menurut C.F. Gorman dalam bukunya The Hoabinhian and After: Subsistance
Patterns in South East Asia during the latest pleistocene and early recent periods ( 1971 )
menyatakan bahwa penemuan alat-alat dari batu paling banyak ditemukan dalam
penggalian pegununggan batu kapur di daerah Vietnam bagian utara, yaitu daerah Bacson
pegunungan Hoabinh.
Disamping alat-alat dari batu yang berhasil ditemukan, juga ditemukan alat-alat
serpih batu giling dari berbagai ukuran, alat-alat dari tulang dan sisa-sisa tulang belulang
manusia yang dikuburkan dalam posisi terlipat dan ditaburi zat warna merah.
Sementara itu, didaerah Vietnam ditemukan tempat-tempat pembuatan alat-alat batu,
sejenis alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh. Bahkan di Gua Xom Trai ( dalam
buku Pham Ly Houng ; Radiocarbon Dates of The Hoabinh Culture in Vietnam, 1994 )
ditemukan alat-alat batu yang sudah diasah pada sisi yang tajam. Alat-alat batu dari Gua
Xom Trai tersebut diperkirakan berasal dari 18000 tahun yang lalu. Kemudian dalam
perkembangannya,alat-alat dari batu atau yang dikenal dengan kebudayaan Bacson-
Hoabinh, tersebar dan berhasil ditemukan, hampir diseluruh daerah Asia Tenggara, baik
daratan maupun kepulauan, termasuk wilayah Indonesia.
Di wilayah Indonesia, alat-alat batu dari kebudayaan Bacson-Hoabinh dapat
ditemukan pada daerah Sumatra, Jawa , Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi sampai Ke
Papua ( Irian Jaya ). Di daerah Sumatra alat-alat batu sejenis kebudayaan Bacson-
Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan. Benda-benda itu berhasil ditemukan
pada bukit-bikit sampah kerang yang berdiameter sampe 100 meter dengan kedalaman 10
meter. Lapisan kerang tersebut diselang selingi dengan tanah dan abu.
Tempat penemuan bukit kerang ini pada daerah dengan ketinggian yang hampirsama dengan permukaan air laut sekarang dan pada kala Holosen. Daerah tersebutmerupakan garis pantai. Namun, ada beberapa penemuan yang pada saat sekarang telah berada di bawah permukaan laut. Tetapi kebanyakan tempat-tempat penemuan alat-alat dari batu disepanjang pantai telah terkubur dibawah endapan tanah, sebagai akibat terjadinya proses pengendapan yang berlangsung selama beberapa milenium yang lalu. Banyak benda-benda peralatan budaya dari batu yang berhasil dikumpulkan oleh para ahli dari bukit sampah kerang di Sumatra.sebagian besar dari peralatan yang ditemukan berupa alat-alat batu yang diserpih pada satu sisi dengan lonjong atau bulat telur. Pada daerah jawa, alat-alat kebudayaan batu sejenis dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh berhasil ditemukan didaerah lembah sungai bengawan solo. Penemuan alat-alat dari batu ini dilakukan ketika penggalian untuk menemukan fosil-fosil (tulang belulang) manusia purba. Peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia yang jauh lebih tua dari peralatan batu yang berhasil ditemukan memiliki usia jauh lebih tua dari peralatan batu yang ditemukan pada bukit-bukit sampah kerang di Sumatra hal ini terlihat dari cara pembuatannya. Peralatan batu yang berhasil ditemukan di daerah lembah Bengawan Solo (Jawa) dibuat dengan cara dengan sangat sederhana dan belum diserpih atau di asah. Dimana batu kali yang telah dibelah langsung di gunakan dengan cara menggengamnya. Bahkan menurut Fon Koenigswand (1935–1941), peralatan dari batu itu digunakan oleh manusia purba Indonesia sejenis Pithecanthropus Erectus dan juga berdasarkan penelitiannya, peralatan-peralatan dari batu itu berasal dari daerah Bacson-Hoabinh. Di daerah Cabbenge (Sulawesi Selatan) berhasil ditemukan alat-alat batu yang berasal dari kala pleistosen dan Holosen.penggalian dalam upaya untuk menemukan alatalat dari batu juga dilakukan di daerah pedalaman sekitar Maros. Sehingga dari beberapa tempat penggalian, berhasil menemukan alat-alat dari batu termasuk alat serpih berpunggung dan mikrolit yang dikenal dengan Toalian. Alat-alat batu Toalian diperkirakan berasal dari 7000 tahun yang lalu. Perkembangan peralatan batu dari daerah Maros ini, diperkirakan kemunculannya bertumpang tindih dengan munculnya tembikar di kawasan itu. Di samping daerah-daerah diatas, peralatan batu kebudayaan Bacson-Hoabinh, juga berhasil ditemukan pada daerah-daerah seperti daerah pedalaman Semenanjung Minahasa (Sulawesi Utara), Flores, Maluku Utara dan daerah-daerah lain di Indonesia. Untuk memahami mengenai jalan persebaran kebudayaan tersebut dapat diketahui dengan melihat peta persebarannya.
Perkembangan Budaya Dong Son
Pembuatan benda-benda perunggu di daerah Vietnam Utara dimulai sekitar tahun
2500 SM dan dihubungkan dengan tahap-tahap budaya Dong Dau danGo Mun. apabila
dibandingkan dengan daerah Muangthai Tengah dan Muangthai Timur Laut, daerah
Vietnam memiliki bukti paling awal tentang pembuatan perunggu di Asia Tenggara.
Namun perlu diketahui bahwa benda-benda perunggu yang telah ada sebelum tahun
500 SM terdiri atas kapak corong (corong merupakan pangkal yang berongga untuk
memasukkan tangkai atua pegangannya) dan ujung tombak, sabit bercorong, ujung
tombak bertangkai, mata panah dan benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail, gelang
dan lain-lain.
Penemuan benda-benda dari kebudayaan Dong Son sangat penting kerena bendabenda
logam yang ditemukan diwilayah Indonesia pada umunya bercorak Dong Son,dan
bukan mendapat pengaruh budaya logam dari India maupun Cina. Budaya perunggu
bergaya Dong Son tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan kepulauan Indonesia, hal
ini terlihat dari kesamaan corak hiasan bahan-bahan yang di pergunakannya.
Misalnya nekara, menunjukkan pengaruh yang sangat kuat dari tempat-tempat
pembuatan benda-benda perunggu di daerah Dong Son, Vietnam Utara. Nekara dari tipe
Heger I memiliki kesamaan dengan nekara yang paling bagus dan tetua di Vietnam.
Nekara itu memiliki lajur hiasan yang disusun mendatar bergambar manusia, hewan dan
pola geometris. Hiasan seperti itu ditemukan hampir pada semua nekara tipe ini dan juga
termasuk pada nekara-nekara yang ditemukan diwilayah Indonesia.
Benda-benda perunggu lainnya yang berhasil dietmukan di daerah Dong Son serta
beberapa kuburan seperti di daerah Vie Khe, Lang Ca, Lang Vac mencakup alat-alat
rumah tangga (mangkuk dan ember kecil), miniatur nekara dan genta, kapak corong,
cangkul bercorong, mata panah dan mata tombak bertangkai atau bercorong, belati dengan
bentuk antropomorfis, gelang, timang, ikat pinggang dan banyak benda-benda lainnya.
Satu nekara yang sangat besar berhasil digali di daerah Co Loa. Nekara tersebut berisi 96
mata bajak perunggu bercorang. Dari penemuan itu terdapat alat-alat dari besi, walaupun
jumlahnya sangat sedikit.
Dari penemuan benda-benda budaya Dong Son itu, diketahui cara pembuatannya
dengan menggunakan teknik cetak lilin hilang yaitu dengan membuat bentuk dari lilin,
kemudian lilin itu dibalut dengan tanah liat dan dibakar hingga terdapat lubang pada tanah
liat tersebut. Selanjutnya pada cetakan tanah liat itu dituangkan cairan logam dan setelah
dingin, tanah liat dipecahkan, maka terwujudlah benda yang diinginkan itu.
Budaya Dong Son sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya
perunggu di Indonesia. Bahkan tidak kurang dari 56 nekara yang berhasil ditemukan di
beberapa wilayah Indonesia dan terbanyak nekara ditemukan di daerah pulau Sumatera,
Jawa, dan Maluku Selatan.
Beberapa contoh nekara yang penting ditemukan di wilayah Indonesia, seperti
nekara Makalaman dari Pulau Sangeang dekat Sumbawa. Nekara ini berisi hiasan gambar
orang-orang berpakaian seragam menyerupai pakaian dinasti Han (Cina) atau Kushan
(India Utara) atau Satavahana (India Tengah). Nekara dari kepulauan Kei
(Maluku)memiliki hiasan lajur mendatar berisi gambar kijang dan adegan perburuan
macan. Nekara dari pulau Selayar (Sulawesi Selatan) berisi hiasan gambar gajah dan
burung merak. Seluruh hiasan pada nekara-nekara itu diperkirakan tidak dikenal oleh
penduduk dari pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian timur tempat nekara itu ditemukan.
Berdasakan penemuan itu, para ahli menyimpulkan bahwa tidak mungkin nekaranekara
itu dibuat oleh masyarakat pada daerah-daerah tempat penemuannya. Oleh karena
itu, dari sudut gaya dan kandungan timahnya yang cukup tinggi maka nekara-nekara yang
ditemukan di daerah Indonesia diperkirakan dibuat di daerah Cina. Namun Heine Geldern
( 1947 ) yang meneliti nekara menyatakan bahwa nekara yang ditemukan di daerah
sangeng diperkirakan dicetak di daerah Funan yang telah terpengaruh oleh budaya India
pada 250 M.
Pengamatan yang menarik dari Berner Kempers menunjukkan bahwa semua nekara
yang ditemukan di sebelah timur Bali mempunyai empat patung katak pada bagian bidang
pukulnya. Selain itu, pola-pola hiasnya yang tidak begitu terpadu, antara lain dapat dilihat
dari gambar berupa prajurit dan motif perahu yang banyak ditemukan pada nekara-nekara
tertua di Vietnam. Berners Kempers memberikan gambaran cara nekara tipe Heger I
dicetak secara utuh. Awalnya lembaran lilin ditempelkan pada inti tanah liat (menyerupai
bentuk nekara dan berfungsi sebagai cetakan bagian dalam), lalu dihias dengan cap-cap
dari tanah liat atau batu yang berpola hias perahu dan iring-iringan manusia. Untuk
menambahkan hiasan yang lebih naturalistik, seperti gambar rumah, lembaran lilin tadi
langsung ditambah goresan gambar yang dikehendakinya.
Kemudian lembaran lilin yang telah dihias itu ditutup dengan tanah liat yang
berfungsi sebagai cetakan bagian luar, setelah terlebih dahulu diberi paku-paku penjaga
jarak. Setelah itu dibakar dan lilin meleleh keluar rongga yang ditinggalkan lilin tersebut
diisi dengan cairan logam.
Penyebaran nekara-nekara tipe Heger I terutama pada daerah-daerah Sumatera,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan lain-lain. Selain nekara, wilayah
Indonesia juga ditemukan benda-benda perunggu lainnya seperti patung-patung, peralatan
rumah tangga, peralatan bertani maupun perhiasan-perhiasan.
Perkembangan Budaya Sa Huynh
penduduk yang berbahasa Austronesia ( Cham ) yang diperkirakan berasal dari daerahdaerah
di kepulauan Indonesia. Tampaknya mereka telah menduduki kawasan ini dari
daerah Semenanjung Malaya atau Kalimantan. Munculnya permukiman ini dapat dilacak
dari keberadaan budaya Sa Huynh itu sendiri, yang pada ( 600 SM telah berada pada
bentuknya yang mapan ).
Para pakar arkeologi Vietnam menyatakan bahwa hasil-hasil penemuan benda-benda
arkeologi diduga menjadi bukti cikal bakal budaya ini. Sebelum adanya budaya Sa Huynh
atau budaya turunannya langsung, daerah Vietnam bagian selatan sepenuhnya didiami
oleh bangsa yang berbahasa Austronesia. Orang-orang Cham pernah mengembangkan
peradaban yang dipengaruhi oleh budaya Cina Champa. Kemudian mereka dikalahkan
ekspansi penduduk Vietnam sekarang dan hanya sebagai kelompok minoritas hingga
dewasa ini.
Dari sudut pandang Indonesia, keberadaan orang-orang Cham dekat pusat-pusat
penemuan benda-benda logam di Vietnam Utara pada akhir masa pra sejarah mempunyai
arti yang amat penting, karena mereka adalah kelompok masyarakat yang menggunakan
bahasa Austronesia dan mempunyai kedekatan kebangsaan dengan masyarakat yang
tinggal di kepulauan Indonesia. Namun hubungan-hubungan langsung dengan pusat
pembuatan benda-benda perunggu di daerah Dongson sangat terbatas. Hal ini terbukti
dengan penemuan 7 buah nekara tipe Heger I di daerah selatan Vietnam dari 130 nekara
yang berhasil di temukan hingga menjelang tahun 1990.
Dengan demikian benda-benda perunggu yang tersebar sampai wilayah Indonesia
melalui jalur-jalur antara lain :
1. Melalui jalur darat, yaitu Muangthai dan Malaysia terus kekepulauan Indonesia.
2. Melalui jalur laut, yaitu dengan menyeberangi lautan dan terus tersebar di daerah
kepulauan Indonesia.
Kebudayaan Sa Huynh yang diketahui hingga saat sekarang kebanyakan berasal dari
penemuan kubur tempayan (jenazah di masukkan ke dalam tempayan besar) dan
penguburan ini adalah adat kebiasaan yang mungkin di bawa oleh orang-orang Cham
pertama kekepulauan Indonesia. Secara umum, penguburan dalam tempayan bukan khas
budaya Dongson atau budaya lain yang suzaman di daratan Asia Tenggara dan di duga
merupakan pengaruh yang bersumber dari kebudayaan Cham.
Penemuan-penemuan Sa Huynh terdapat dikawasan pantai mulai dari Vietnam Tengah
ke Selatan sampai ke delta lembah sungai Mekong. Kebudayaan dalam bentuk tempayan
kubur yang ditemukan termasuk tembikar-tembikar yang berhasil di temukan itu memiliki
hiasan garis dan bidang-bidang yang di isi dengan tera tepian kerang. Kebudayaan Sa
Huynh ini memiliki banyak persamaan dengan tempayan kubur yang di temukan di
wilayah Laut Sulawesi.
Hal ini diperkuat dengan adanya kemiripan bentuk anting-anting batu bertonjolan (ling-ling
O) dan sejenis anting-anting yang khas atau bandul kalung dengan kedua ujung nya berhias kepala hewan yang ditemukan pada sejumlah tempat di Muangthai, Vietnam, Palawan, Serawak Kebudayaan Sa Huynh yang berhasil ditemukan meliputi berbagai alat yg bertangkai corong seperti sekop, tembilang, dan kapak. Namun ada pula yg tidak bercorong seperti sabit, pisau bertangkai, kumparan tenun,cincin dan gelang bentuk spiral. Sementara itu, teknologi pembuatan peralatan-peralatan besi yg diperkenalkan ke daerah Sa Huynh diperkirakan berasal dari daerah Cina. Peralatan dari besi lebih banyak dipakai dalam kebudayaan Sa Huynh adalah dari kebudayaan Dongson. Benda-benda perunggu yg berhasil ditemukan di daerah Sa Huynh berupa berbagai perhiasan, gelang, lonceng, dan bejana-bejana kecil. Juga ditemukan beberapa manik-manik emas yang langka dan kawat perak. Selain itu ditemukan pula manik-manik kaca dari batu agatebergaris dan berbagai manik-manik Carnelian. Dengan demikian, kebudayaan Sa Huynh diperkirakan berlangsung antara tahun 600 SM sampai dengan tahun masehi.
0 comments:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Post a Comment