Loading

Choose Your Languange

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Your solutions

Wednesday, July 28, 2010

Cerpen (PERJALANAN SEHARI)

Cerpen (PERJALANAN SEHARI)

Karya Achmad Alfiyan Faqih

Besok pada hari Minggu. Aku, Dana, Firman, Lina, Anik, Indri, Putri dan Lala berencana akan pergi ke kota Banyuwangi untuk mengunjungi rumah pak Mahmud. Pak Mahmud adalah seorang guru yang baik dan sayang kepada murid-muridnya. kami Rencana tersebut sebenarnya sudah lama di pikirkan. Namun, bisa terlaksana pada hari Minggu besok.
”Eh, teman-teman, bagaimana kalau besok Minggu ke rumah pak Mahmud?” Tanya Dana. ”Iya, boleh. Tapi berangkat jam berapa dan kumpul di mana?” Tanyaku. ”Gimana kalau jam setengah enam kumpul di rumah kamu aja?” Tanya Dana. ”Iya deh, boleh-boleh!” Seruku. ”Eh, tapi aku berangkatnya tidak bersama kalian.” Celethuk Lala. ”Kenapa?” Tanyaku. ”Aku mau berangkat sama ayahku sekaligus aku mau ke Ramayana buat beli tas sama sepatu.” Jawab Lala.
Hari itu pun berlalu dan hari Minggu di depan mata. Aku bersiap-siap, mulai dari mempersiapkan helm, sarung tangan dan masker. Kini aku tinggal menunggu teman-teman. Setelah lama menunggu akhirnya Dana datang juga. ”Tapi, kemana yang lainnya, kok belum datang?” Tanyaku dalam hati. 15 menit berjalan Lina dan Indri datang, tetapi Indri meminta izin untuk menyusul Putri. Karena telalu lama menunggu Aku, Dana dan Lina menyusul Indri ke rumah Putri.
Kami pun berangkat, ” Sepertinya kita melupakan sesuatu teman-teman?” Celethukku, ”Firman!” Sahut Dana, akhirnya Aku dan Dana menyusul Firman ke rumahnya. Setelah sampai disana, Dana memanggil Firman. Namun, kata ayahnya kalau Firman sudah berangkat ke rumahku. Aku pun kembali ke rumahku. Sesampainya di rumah. Ternyata Firman tidak ada. ” Aduh gimana nih?” Tanyaku kepada Dana. ”Sudah-sudah, kita cari sambil jalan aja.” Jawab Dana
Berjalan beberapa kilometer tiba-tiba handphoneku berbunyi. ”Stop dulu!” Seruku. ”Ada apa?” Tanya Dana. ”Ada SMS dari Firman, katanya dia sekarang di desa Pedotan. ”Ayo kita kesana!” Seru Dana. Dalam pencarian ke desa Pedotan, kami agak bingung karena Firman tidak memberitahu alamatnya secara lengkap. Karena hal itu kami mengendarai motor secara perlahan-lahan. ”Duh, dimana sih Firman!” Sewot Dana. ”Sabar, pasti nanti juga ketemu.” Sahutku.
”Itu dia!” Seruku, ”akhirnya ketemu juga!” Seru Dana. ”Kita tunggu teman-teman yang lain disini saja ya?” Saran Firman. ”Boleh tuh, kalau gitu aku SMS dulu mereka.” Jawabku. Lama menunggu, mereka menjawab SMS ku. Akan tetapi, Aku, Dana dan Firman disuruh ke rumah Anik dahulu. ”Wah, sama aja ngukur jalan ini!” Sebel Dana. Walaupun begitu kami tetap ke rumah Anik. Sesampainya disana, kami siap melanjutkan perjalanan yang sesungguhnya yaitu menuju rumah pak Mahmud.
Jam menunjukkan pukul 08.00 WIB, kami telah tiba di pintu gerbang kota Banyuwangi. ”Eh, jalnnya yang arah mana nih?” Tanyaku. ”Pokoknya jalan terus!” Sahut Anik dan Lina dengan sok tahu. Akhirnya mereka mendahului aku dan teman-teman yang lain. Kami mengikuti mereka, karena mereka membawa motor dengan cepat. Kami pun juga mempercepat laju motor kami. Hingga suatu ketika, ”Lho Anik dan Lina mana?” Tanya Firman. Aku pun menjawab, ”mungkin mereka sudah jauh di depan karena mereka naik motornya kayak kilat aja.”
Kami pun mengejar mereka dengan sedikit perasaan panik, hingga suatu ketika kami berhenti di samping sebuah masjid kecil untuk melepaskan lelah sejenak. ”Duh capek banget.” Kata Putri. ”Tapi sekarang kita menuju kearah mana nih? Lina dan Anik hilang lagi!” Sahutku. ”Ya udah, kita tanya aja sama orang sekitar sini, pokoknya rumah pak Mahmud di belakang masjid Al-Hadi.” Kata Indri
Ketika melihat sekeliling kami, kami melihat ada seorang bapak yang lewat. ”Maaf pak, saya ingin tanya , dari sini arah menuju arah masjid Al-Hadi kemana ya pak?” Tanya Indri. Bapak itu pun menjawab dengan ramah, ”kalau dari arah sini kamu harus melewati sebuah gang kecil agar sampai di jalan raya yang dekat dengan masjid Al-Hadi”. Setelah mendengar jawaban tersebut, kami pun melanjutkan perjalanan. Saat melewati gang tersebut kami tidak menyangka bahwa gang tersebut penuh sesak dengan kendaraan motor yang lalu lalang.
Setelah bertemu dengan jalan raya kami bersorak gembira dan meneruskan perjalanan. Ketika aku dan teman-teman yang lain sedang santai mengendarai motor, tiba-tiba Dana mengagetkan kami dengan suara sambaran petirnya, ”apa itu masjidnya?!”. Aku melihat kearah yang ditunjuk oleh Dana dan berkata, ”eh iya, betul lho! Akhirnya ketemu juga!”. Putri berseru,”ini nih yang bikin senang!”. ”Tapi, kita harus mencari jalan supaya kita bisan ke belakang masjid ini!” Sahut Indri. Setelah melihat ke sekitar kami, Dana berkata,”itu ada gang.”, kami pun masuk ke gang tersebut dan bertanya kepada seseorang untuk mencari dimana rumah pak Mahmud.
Dan akhirnya kmi tiba di tempat yang kami tuju. Pak Mahmud menambut kami di depan rumahnya, ”ayo masuk, lho mana Lina dan Anik?”. Putri menjawab, ”gak tau thu pak, tadi mereka duluan.”. Karena pak Mahmud khawatir mereka tersesat, pak Mahmud pun menelpon Lina, ”Lin, dimanakamu?”. Karena handphone pak Mahmud di loudspeaker maka kami bisa mendengar percakapan mereka. ”Tadi nambal ban sepeda pak.” jawab Lina. Karena mereka tidak tahu jalan menuju rumah pak Mahmud, mereka pun tersesat kembali. Karena hal itu pak Mahmud menelpon Lina kembali untu memberitahukan jalannya.
Beberapa saat kemudian Lina dan Anik tiba, merek tampak seperti daun yang layu saja. ”Makanya jalannya jangan cepat-cepat!” bentak Indri. ”Iya, kalian itu gimana sih, makanya jangan sok tahu!” bentakku juga. ”Hak kami dong itu mau cepat ap nggak, emang apa urusannya sama kalian?” sebel Anik. ”Eh, yang salah tuh kalian, kenapa kalian yang malah sewot?!” kataku dengan hati yang terbakar. ”Eh, kami tuh gak salah, emang ban bocor tuh direncanakan apa?!”sahit Lina. ”Alah, kalian tuh kalau ban bocor tuh setidaknya ngasih tau kami dulu, nelpon kek.” Kata Putri. ”Udah-udah kalian kayak anjing sama kucing aja!” kata pak Mahmud. ”Lha Anik dan Lina bikin kesal lho pak.” kata Indri. ”iya-iya, sekarang kalian saling bermaafan.” kata pak Mahmud mendinginkan suasana.
Setelah bermaafan, tiba-tiba Lala datang bersama ayahnya. ”Hai Lala, gimana perjalanannya?” tanya Firman. ”Fuh... capek banget.” jawab Lala. ”Ya udah duduk dulu sini.” kata Firman. Lalu kami dipersilahkan makan oleh bu Mahmud. Bu Mahmud adalah seorang wanita yang dermawan. Ia memang sering mempersilahkan para tamunya untuk makan. ”Makan dulu anak-anak.” suruhnya. ”Iya bu.” jawa kami.
Usai makan kami pun mengobrol. ”Eh, abis ini mau kemana nih?” tanya Indri. ” Gimana kalau ke tempat wisata?” saran Putri. Pak Mahmud memeri daran kepad kami, ”tuh, ke Taman Suruh aja, airnya segar.”. Lina menjawab, ”wah, boleh tuh.” Lala berkata, ”tapi aku mau ke departement store dulu, aku mau beli tas sama sepatu, nanti aku menyusul kalian. Tapi nanti aku pulangnya bonceng kamu ya Firman? Kan kamu sendirian. Soalnya ayahku nanti pulang duluan.”. Firman menjawab, ”oke deh, dengan senang hati.”
Kami pun berpamitan kepada pak Mahmud dan bu Mahmud untuk melanjutkan perjalanan. Kami saling bervanda dan tertawa ra selama perjalanan, kerena aka pergi ke tempat wisata.
Sesampainya di Taman Suruh, kami langsung menuju loket dengan perasaan senang yang meledak. ”Ayo-ayo cepetan!” kata Lina dengan tidak sabaran sambil mendorong-doron Indri. ”Iya, bayar loket dulu dong!” sahut Indri sedikit jengkel.
”Akhirnya masuk juga.” kata Lina. Kamipun berganti pakaian dan langsung meluncur menuju kolam renang. Akan tetapi, Firman dan Lina tidak ikut. ”Man, kenapa gak ikut kesini, Lina juga tuh?” tanyaku.
”Nggak bawa baju ganti!” jawab mereka. Setelah bermain air agak lama, tiba-tiba Lala datang. ”Hai Lala.” kata Firman. ”Hai juga.” jawab Lala. ”Mandi nggak?” tanya Firman. ”Nggak ah, airnya dingin. Lha kamu sendiri kok gak ikut mandi?” tanya Lala. ”Nggak bawa baju, he he.” jawab Firman
”Eh, asyik nih ada ban!” teriak Anik dengan seenaknya.melihat itu Indri langsung menuju ke Anik. Mereka berdua naik ban itu dan saling menggayung. ”Eh, lihat ini, asyik lho.” kata Indri. ”Ya nih, asyik banget.” sahut Anik. ”Boleh tuh ikut?” tanya Dana. ”Gak boleh!” larang Anik. Mendengar kalimat itu, Dana agak jengkel lalu mendorong ban itu menuju tengah kolam renang. ”Na, apa-apan sih kamu?!” tanya Anik dengan marah. ”Salah sendiri tadi ngelarang aku ikutan.” jawab Dana. Karena Anik dan Indri tidak bisa berenang, akhirnya Dana membawa mereka ke pinggiran kolam renang. Setelah lama bermain kami semua naik lalu ganti baju, kecuali Anik dan Indri. ”Eh, ayo. Nggak baik lama-lama di kolam renang.” kataku. ”Nggak ah, masih asyik nih.” jawab Anik.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya mereka naik lalu berganti baju. ”Duh, laper nih!” seru Lina. ”Iya bener.” sahut Lala. ”Mau makan apa?” tanyaku. ”Ya apa ajalah yang penting bisa ngganjal perut.” jawab Lina. Lala berkata, ”gimana kalau makan mie instan aja?”. ”Boleh juga tuh.” sahut Firman. ”Eh, tapi kita sholat dulu yuk, sebelum makan?” kataku. ”Ya udah ayo!” jawab mereka. Putri dan Dana tidak sholat karena mereka non Muslim.
Karena perut kami sudah keroncongan, setelah sholat kami langsung menuju ke atas bukit di tempat pemandian itu untuk mencari warung. ”Nah, itu tuh ada warung!” seru Putri. ”Ya udah ayo kesana.” kata Dana.sesampainya di sana, kami langsung memesan mie instan. Setelah matang kami siap menyantapnya. ”Selamat makan!” kataku. Kami makan sambil bercanda tawa. ”Eh, dah sore nih!” seru Anik. ”Ya, betul-betul.” sahut Lala. Setelah terasa kenyang, kami membayar mie instan tersebut lalu bersiap-siap untuk pulang.
”Eh, tunggu dulu. Main ayunan dulu yuk!” ajak Lina. ”Udah-udah gak usah, dah sore nih!” kata Dana. ”Ya udah deh!” sebel Lina. Kamipun keluar dari tempat pemandian itu. Akhirnya keluar juga.” kata Dana. Kami pun lansgung menuju tempat parkir untuk mengambil sepeda motor kami. ”Wah, mau pulang nih.” kataku. ”Nggak terasa ya?” tanya Lala. ”Ya, bener.” jawab Putri. Setelah bersiap-siap, kamipun melanjutkan perjalanan pulang dengan hati yang bersorak gembira.

0 comments:

Post a Comment

Click Only